Kurikulum Pendidikan
RAHMAT SALEH
10814002379
ENGLISH DEPARTMENT
EDUCATION AND TEACHER’S TRAINING FACULTY
STATE ISLAMIC SUSKA UNIVERSITY OF RIAU
2010
- a Pengertian Kurikulum
Suatu program pendidikan yang termasuk kurikulum dan kegiatan kurikulum yang merangkumi semua pengetahuan, kemahiran, norma, nilai, unsure kebudayaan dan kepercayaan untuk membantu perkembangan seseorang murid dengan sepenuhnya dari segi jasmani, rohani, mental dan emosi serta untuk menanam dan mempertingkatkan nilai moral yang diingini dan untuk menyampaikan pengetahuan
b. Komponen-Komponen Kurikulum
b. Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3) strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi. Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.
A. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
- Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge, and ability so that they can manage their personal and collective life to the greatest possible extent.
- Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by coverring them an equal basic education.
- Survival ; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the generation but also guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realization of common destiny.)
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”..
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
- Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
- Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Berikut ini disampaikan contoh tujuan kurikuler yang berkaitan dengan pembelajaran ekonomi, sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas No. 23 Tahun 2007 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar :
Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SMP/MTS
- Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
- Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
- Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
- Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Terlepas dari rangkaian tujuan di atas bahwa perumusan tujuan kurikulum sangat terkait erat dengan filsafat yang melandasinya. Jika kurikulum yang dikembangkan menggunakan dasar filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) sebagai pijakan utamanya maka tujuan kurikulum lebih banyak diarahkan pada pencapaian penguasaan materi dan cenderung menekankan pada upaya pengembangan aspek intelektual atau aspek kognitif.
Apabila kurikulum yang dikembangkan menggunakan filsafat progresivisme sebagai pijakan utamanya, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada proses pengembangan dan aktualisasi diri peserta didik dan lebih berorientasi pada upaya pengembangan aspek afektif.
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan filsafat rekonsktruktivisme sebagai dasar utamanya, maka tujuan pendidikan banyak diarahkan pada upaya pemecahan masalah sosial yang krusial dan kemampuan bekerja sama.
Sementara kurikulum yang dikembangkan dengan menggunakan dasar filosofi teknologi pendidikan dan teori pendidikan teknologis, maka tujuan pendidikan lebih diarahkan pada pencapaian kompetensi.
B. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
- Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
- Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
- Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
- Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
- Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
- Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
- Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
- Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
- Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
- Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
C. Strategi Pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
D. Organisasi Kurikulum
Terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
- Mata pelajaran terpisah (isolated subject)
- Mata pelajaran berkorelasi
- Bidang studi (broad field);
- Program yang berpusat pada anak (child centered),.
- Inti Masalah (core program),
- Ecletic Program.
Penjelasan lengkap tentang organisasi kurikulum ini terdapat pada sub materi berikutnya.
E. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives or values of the curriculum”
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.”
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
2. Hubungan Kurikulum Dengan Pendidikan
Hubungan kurikulum dengan pendidikan dapat dilihat dari peranan kurikulum itu sendiri dalam pendidikan, yaitu:
1. Kurikulun sebagai subjek akademis
Ciri-ciri kurikulum subjek akademis:
1.Tujuan kurikulum: memberi pengetahuan yang solid, serta melatih siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian.
2.Menggunakan metode ekspositori dan inkuiri.
3.Bentuk evaluasi bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi humaniora digunakan bentuk
2.kurikulum sebagai humanistic
Cirri-cirinya adalah sebagai berikut :
Tujuan pendidikan: proses perkembangan pribadi yang dinamis
Menuntut hubungan yang emosional yang baik antara guru dan murid
Prinsip: menekankan integrasi intelektual, emosional, dan tindakan
Evaluasi mengutamakan proses dari pada hasil. Tidak ada kreteria. Penilaian bersifat subjektif
3. kurikulum sebagai rekonstruksi social
Cirri-cirinya :
Memusatkan perhatian pada problem yang terjadi di masyarakat
Bersumber pada aliran interaksional; pendidikan bukan upaya sendiri melainkan kegiatan bersama, interaksi, kerja sama
Tokoh; Harold Rug, Theodore Brameld
4. Kurikulum sebagai teknologik
Cirri-cirinya :
Mengacu pada perkembangan teknologi
Pemanfaat teknologi dalam pembelajaran;
Bentuk hardware/ perangkat keras disebut teknologi alat (tools technology)
Bentuk software/ perangkat lunak disebut teknologi sitem (system technology)
3. Asas-asas Kurikulum
Guru, sebagai pengembang kurikulum dalam skala mikro, perlu memahami kurikulum dan asas-asas yang mendasarinya. Nasution (2008:11-14) menjelaskan bahwa ada empat asas yang mendasari pengembangan kurikulum. Keempat asas tersebut adalah:
a. Asas Filosofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Faktor “baik” tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat yang dianut sebuah negara, tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia. Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Jadi, asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara. Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda di dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia, penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara sebagai landasan filosofis negara.
Mengapa filsafat sangat diperlukan dalam dunia pendidikan? Menurut Nasution (2008: 28), filsafat besar manfaatnya bagi kurikulum, yakni:
- filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan.
- dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
- filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
- filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
- tujuan pendidikan memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
- tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.
b. Asas Psikologi Anak dan Psikologi Belajar
1) Psikologi Anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi yang memungkinkan anak dapat belajar mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan, sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan tersebut dengan segala kesulitannya. Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya. Pada permulaan abad ke -20, anak kian mendapat perhatian menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian muncullah aliran progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan perkembangan anak (child centered curiculum). Kurikulum ini dapat diapandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan anak.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dlam pengembangan kurikulum adalah:
Anak bukan miniatur orang dewasa
Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan pribadi anak seutuhnya.
Faktor anak harus benar-benar diperhatikan dalam pengembangan kurikulum
Anak harus menjadi pusat pendidikan/sebagai subjek belajar dan bukan objek belajar.
Tiap anak unik, mempunyai ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain. Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia sedapat mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya.
Walaupun tiap anak berbeda dari yang lain, banyak pula persamaan di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum dapat sama bagi semua.
2) Psikologi Belajar
Pendidikan di sekolah diberikan dnegan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat dididik, dpat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat belajar, dapat menguasai sejumlah pengetahuan, mengubah sikapnya, menerima norma-norma, menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang penting ialah: bagaimana anak itu belajar? Kalau kita tahu betul bagaimana proses belajar berlangsung, dalam keadaan yang bagaimana belajar itu memberikan hasil sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara seefektif-efektifnya.
Oleh sebab belajar itu ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, timbullah berbagai teori belajar yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain. Pada umumnya tiap teori mengandung kebenaran. Akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang keseluruhan prooses belajar. Jadi, yang mencakup segala gejala belajar dari yang sederhana sampai yang paling pelik. Dengan demikian, teori belajar dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan kurikulum.
Pentingnya penguasaan psikologi belajar dalam pengembangan kurikulum antara lain diperlukan dalam hal:
- seleksi dan organisasi bahan pelajaran
- menentukan kegiatan belajar mengajar yang paling serasi
- merencanakan kondisi belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai. (Nasution, 2008:57)
3. Asas Sosiologis
Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lain. Ia selalu hidup dalam suatu masyarakat. Di situ, ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus dilakukannya dengan penuh tanggung jawab, baik sebagai anak maupun sebagai orang dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat.
Tiap masyarakat mempunyai norma-norma, adat kebiasaan yang harus dikenal dan diwujudkan anak dalam pribadinya, lalu dinyatakannya dalam kelakuan. Tiap masyarakat berlainan corak nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaanya. Perbedaan ini harus dipertimbangkan dalam kurikulum. Selain itu, perubahan masyarakat akibat perkembangan iptek merupakan faktor yang benar-benar harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Karena masyarakat merupakan faktor penting dalam pengembangan kurikulum, masyarakat dijadikan salah satu asas.
d. Asas Organisatoris
Asas ini berkenaan dengan masalah bagaimana bahan pelajaran akan disajikan. Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam bentuk broad field atau bidang studi seperti IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lain. Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran (dalam bentuk kurikulum terpadu). Penganut ilmu jiwa asosiasi akan memilih bentuk organisasi kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran, sedangkan penganut ilmu jiwa gestalt akan cenderung memilih kurikulum terpadu.
4. Jenis-Jenis Pengorganisasi Kurikulum
Pengorganisasian kurikulum terdiri atas beberapa jenis, yakni: (1) Kurikulum berdasarkan mata pelajaran (Subject curriculum) yang mencakup mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum), dan mata pelajaran gabungan (correlated curriculum). (2) Kurikulum terpadu (integrated curriculum) yang berdasarkan fungsi sosial, masalah, minat, dan kebutuhan, berdasarkan pangalaman anak didik, dan (3) berdasarkan kurikulum inti (core curriculum).
1) Subject Curriculum
a) Separate curriculum
Tujuan dari kurikulum ini untuk mempermudah anak didik mengenal hasil kebudayaan dan pengetahuan umat manusia tanpa perlu mencari dan menemukan kembali dari apa yang diperoleh generasi sebelumnya. Sehingga anak didik dapat membekali diri dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya. Dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan telah tersusun secara logis dan sistematis tidak hanya untuk memperluas pengetahuan tetapi juga untuk untuk memperoleh cara-cara berpikir disiplin tertentu.
Keuntungan kurikulum ini, antara lain: (1) memberikan pengetahuan berupa hasil pengalaman generasi masa lampau yang dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman seseorang. (2) mempunyai organisasi yang mudah strukturnya. (3) mudah dievaluasi terutama saat ujian nasional akan mempermudah penilaian. (4) merupakan tuntutan dari perguruan tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru. (5) memperoleh respon positif karena mudah dipahami oleh guru, orangtua, dan siswa. (6) mengandung logika sesuai dengan disiplin ilmu nya. Kelemahan kurikulum berdasarkan mata pelajaran antara lain: terlalu fragmentasi, mengabaikan bakat dan minat siswa, penyusunan kurikulumnya menjadi tidak efisien, dan mengabaikan masalah sosial.
b) Corelated curriculum
Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum mata pelajaran. Agar pengetahuan anak tidak terlepas-lepas maka perlu diusahakan hubungan antara dua matapelajaran atau lebih yang dapat dipandang sebagai kelompok namun masih mempunyai hubungan yang erat. Sebagai contoh, saat mengajarkan sejarah ada beberapa mata pelajaran yang berkaitan seperti geografi, sosiologi, ekonomi, antropologi, dan psikologi. Dan mata pelajaran yang digabungkan tersebut menjadi ‘broad field’. Namun demikian tidak bisa mengenyampingkan tujuan instruksionalnya atau yang sekarang lebih dikenal dengan kompetensi dasar, prinsip-prinsip umum yang mendasari, teori atau masalah di sekitar yang dapat mewujudkan gabungan itu secara wajar. Dengan menggunakan kurikulum gabungan diharapkan akan mencegah penguasaan bahan yang terlalu banyak sehingga akan menjadi dangkal dan lepas-lepas sehingga pada gilirannya akan mudah dilupakan dan tidak fungsional. Pada praktiknya kurikulum gabungan ini kurang dipahami para guru sehingga walaupun namanya ‘broad-field’ pada hakikatnya tetap separate subject-centered.
2) Integrated Currikulum
Kurikulum terpadu mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai matapelajaran. Integrasi ini dapat tercapai bila memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan pemecahan dari berbagai didiplin ilmu. Sehingga bahan mata pelajaran dapat difungsikan menjadi alat untuk memecahkan masalah. Dan batas-batas antara mata pelajaran dapat ditiadakan. Pengorganisasian kurikulum terpadu ini lebih banyak pada kerja kelompok dengan memanfaatkan masyarakat dan lingkungan sebagai nara sumber, memperhatikan perbedaan individual, serta melibatkan para siswa dalam perencanaan pelajaran. Selain memperoleh sejumlah pengetahuan secara fungsional, kurikulum ini mengutamakan pada proses belajarnya. Kurikulum ini fleksibel, artinya tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dengan siswa yang lain. tanggungjawab pengembangannya ada pada guru, orangtua, dan siswa.
3) Core Curriculum
Munculnya kurikulum inti ini adalah atas dasar pemikiran bahwa pendidikan memberikan tekanan kepada dua aspek yang berbeda, yakni: (1) adanya reaksi terhadap mata pelajaran teori yang bercerai-berai yang mengakumulasi bahan dan pengetahuan. (2) Adanya perubahan konsep tentang peranan sosial pendidikan di sekolah.
Dengan demikian, kurikulum inti memberikan tekanan pada keperluan sosial yang berbeda terutama pada persoalan dan fungsi sosial. Sehingga konsep kurikulum inti bersifat ‘society centered’, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) penekanan pada nilai-nilai sosial, (2) struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial dan per-kehidupan sosial, (3) pelajaran umum diperuntukkan bagi semua siswa, (4) aktivitas direncanakan oleh guru dengan siswa secara kooperatif.
5. Perubahan dan Faktor yang Mempengaruhi
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perubahan(Pengembangan) kurikulum, diantaranya :
- · Filosofis
- · Psikologis
- · Sosial budaya
- · Politik
- · Pembangunan negara dan perkembangan dunia
- · Ilmu dan teknologi (IPTEK)
1. Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (dalam Sudrajat, 2008), di bawah ini diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
- Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
- Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
- Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
- Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
- Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.
2. Psikologis
Terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu:
(1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan.
3. Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.
4. Politik
Wiles Bondi (dalam Sudrajat, 2008) dalam bukunya `Curriculum Development: A Guide to Practice’ turut menjelaskan pengaruh politik dalam pembentukan dan pengembangan kurikulum. Hal ini jelas menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh proses politik, kerana setiap kali tampuk pimpinan sesebuah negara itu bertukar, maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah.
5. Pembangunan Negara dan Perkembangan Dunia
Pengembangan kurikulum juga dipengaruhi oleh faktor pembangunan negara dan perkembangan dunia. Negara yang ingin maju dan membangun tidak seharusnya mempunyai kurikulum yang statis. Oleh karena itu kurikulum harus diubah sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan sains dan teknologi.
Kenyataan tersebut jelas menunjukkan bahwa perkembangan teknologi telah membawa perubahan yang pesat pada kehidupan manusia di muka bumi ini. Oleh karena itu pengembangan kurikulum haruslah sejajar dengan pembangunan negara dan dunia. Kandungan kurikulum pendidikan perlu menitikberatkan pada mata pelajaran sains dan kemahiran teknik atau vokasional kerana tenaga kerja yang mahir diperlukan dalam zaman yang berteknologi dan canggih ini.
6. Ilmu dan Teknologi (IPTEK)
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
6. Prinsip Dasar Pengembangan Kurikulum
Ada sejumlah prinsip yang digunakan dalam pengembangan kurikulum,diantaranya:
a. Prinsip relevansi, Kurikulum dan pengajaran harus disusun sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan kehidupan peserta didik
b. Prinsip efektifitas, Berkaitan dengantingkat pencapaian hasil pelaksanaan kurikulum
c. Prinsip efisiensi, Berkaitan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, dana, dan sarana yang dipakai dengan hasil yang diperoleh
d. Prinsip kontinuinitas, Kurikulum berbagai tingkat kelas dan jenjangpendidikan disusun secara berkesinambungan
e. Prinsip Fleksibilitas,disamping program yang berlakuuntuk semua anak terdapat pula kesempatan bagi amak mengambil program-program pilihan
f. Prinsip integritas, kurikulum hendaknya memperhatiakn hubungan antara berbagai program pendidikan dalam rangka pembentukan kepribadian yang terpadu
7. Fungsi dan Peran Pengembangan Kurikulum
A.Fungsi Pengembangan Kurikulum
a) Fungsi Kurikulum Dalam Rangka Pencapaian Tujuan Pendidikan
Kurikulum pada suatu sekolah merupakan suatu alat atau usaha mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang didiinginkan sekolah tertentu yang dianggap cukup tepat dan krusial untuk dicapai. Salah satu langkah yang harus dilakukan adalah meninjau kembali tujuan yang selama ini digunakan oleh sekolah bersangkutan (soetopo & Seomanto, 1993:17). Dalam pencapaian tujuan pendidikan yang dicita-citakan, tujuan-tujuan tersebut harus dicapai secara bertahap yang saling mendukung. Sedangkan keberadaan kurikulum disini adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
b) Fungsi Kurikulum Bagi Anak Dididik
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar merupakan suatu persiapan bagi anak didik. Kalau kita kaitkan dengan pendidikan Islam, pendidikan mesti diorientasikan kepada kepentingan peserta didik, dan perlu diberi pengetahuan untuk hidup pada zamannya kelak. Nabi Muhammad Saw bersabda : didiklah anak-anakmu, karena mereka diciptakan untuk menghdapi zaman yang lain dari zamanmu.
Sebagai alat dalam memcapai tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan mampu menawarkan program-program pada anak didik yang akan hidup pada zamannya, dengan latar belakang sosihistoris dan cultural yang berbeda dengan zaman di mana kedua orang tuanya berada.
Sebagai alat dalam memcapai tujuan pendidikan, kurikulum diharapkan mampu menawarkan program-program pada anak didik yang akan hidup pada zamannya, dengan latar belakang sosihistoris dan cultural yang berbeda dengan zaman di mana kedua orang tuanya berada.
c) Fungsi Kurikulum Bagi Pendidik Atau Guru
Guru merupakan pendidik propesional yang secara implisit telah merelakan dirinya untuk memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang ada dipundak para orang tua. Orang tua yang menyerahan anaknya ke sekolah, berarti ia telah melimpahkan sebagian tanggng jawab pendidikan anaknya kepada guru atau pendidik. Hal ini, adalah bentuk harapan orang tua, supaya anaknya menemukan guru yang baik , kompeten, dan berkualitas (Ramayulis, 1996:39).
Adapun Fungsi Kurikulum Bagi Guru Atau Pendidik Adalah:
- Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasi pengalaman belajar para anak didik.
- Sebagai pedoman dalam mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.
REFERENSI
E. Mulyasa. 2002. “Kurikulum Berbasis Kompetensi”. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
Didi, Sukiyudi,dkk. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : UPI Press
Ansyar, Mohd & H. Nurtain. 1991. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : DEPDIKBUD DIKTI Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan
Tim Pengembang MKDK Kurikulum & Pembelajaran. 2002. Kurikulum Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI
Didi, Sukiyudi,dkk. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : UPI Press
Ansyar, Mohd & H. Nurtain. 1991. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta : DEPDIKBUD DIKTI Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan
Tim Pengembang MKDK Kurikulum & Pembelajaran. 2002. Kurikulum Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment