Showing posts with label Makalah dan Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Makalah dan Pendidikan. Show all posts

Wednesday, July 29, 2015

Makalah Tiga Guru Mutu

TIGA GURU MUTU
Oleh
Widia Sri Mayanti
Zulfiana Dessyka Putri


BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
        Setiap abad mengalami pergantian dan semakin majunya ilmu pengetahuan akan member dampak banyak terhadap manusia, ini dapat kita lihat langsung pada era saat ini kemajuan pengetahuan akan dapat memudahkan manusia untuk memperoleh segala hal yang menajdi keinginan mereka. Pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan sangat diperlukan, karena tanpa ilmu hal mustahil pekerjaan dapat dikerjakan dengan baik, terutama bagi pelaksana atau pemegang kebijakan.
        Kontribusi pendapat para cendekiawan tentang manajeman  mutu sangat bermanfaat untuk kemajuan institusi atau lembaga, terutama bagi pengelola yang berhubungan dengan kepentingan pelanggan. Banyak hal yang yang dapat diperoleh dari pendapat para akhli dan dapat diterapkan dalam pengelolaan institusi atau lembaga pendidikan.
          Untuk keberhasilan penerapan manajemen mutu tidak mudah, diperlukan komitmen dan kerja sama yang baik antar bagian dari sistem. Jika manajemen diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada dengan segala dinamika dan fleksibilitasnya, maka akan menjadi perubahan yang cukup efektif bagi pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan.
         Tercapainya tujuan pendidikan pada masing-masing jenjang sekolah dapat dilihat dari mutu lulusan, yang mencerminkan sejauh mana lulusan sekolah tersebut memiliki kompetensi keagamaan, akademik, sosial pribadi, dan ekonomi. Mutu lulusan dapat dicapai apabila komponen masukan, komponen proses, yang terlibat pada seluruh layanan yang dilakukan sekolah juga bermutu.
       Berikut ini saya mencoba menyimpulkan pendapat tokoh manajemen  mutu W. Edwards Deming, Joseph Juran Philip Crosby, dan implementainya kedalam pendidikan  sebagai tugas mata kuliah Manajemen Mutu.

1.2  Rumusan Masalah
         Dari penjelasan latar belakang diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dari karya tulis ini adalah yakni “ bagaimana mutu menurut W. Edwards Deming, Joseph Juran Philip Crosby serta implementasi konsep dari ketiga tokoh tersebut didalam pendidikan”.

BAB II
ISI
2.1 Mutu
            Sebelum kita simpulkan pengertian mutu kita analisis mutu menurut tiga tokoh mutu yaitu W Edwards Deming, Joseph Juran dan Philip Crosby, Menurut W Edward Deming, Mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang maupun jasa.

           Menurut Jhosep Juran, Mutu ialah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu
(1) teknologi, yaitu kekuatan
(2) psikologis, yaitu rasa atau status
(3) waktu, yaitu kehandalan
(4) kontraktual, yaitu ada jaminan
(5) etika, yaitu sopan santun
          
          Menurut Philip B Crosby, Mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi. 
       Dari ketiga tokoh ini dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya mutu itu suatu kebutuhan konsumen terhadap kepuasan pelanggan sepenuhnya terhadap suatu barang yang di butuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk. 
          Dalam kontek pendidikan, pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada peroses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam peroses pendidikan yang bemrutu terlibat berbagai input, seperti bahan ajar ( kognitif, afektif dan piskomotorik ) metodologi, sarana prasarana dan sumber daya lainnya. Sedangkan Mutu dalam kontek hasil pendidikan mengacu pada perestasi kebaikan yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun tertentu.


2.2 Gagasan Serta Implementasi Konsep  3 Guru Mutu
        Tiga tokoh penting tentang mutu adalah W. Edwards Deming, Joseph Juran dan Philip B. Crosby. Ketiganya berkonsentrasi pada mutu dalam industri produksi, meskipun demikian ide-ide mereka juga dapat diterapkan dalam industri jasa. Memang tidak satupun dari mereka yang memberikan pertimbangan tentang isu-isu mutu dalam pendidikan. Namun kontribusi mereka terhadap gerakan mutu begitu besar dan memang harus diakui bahwa eksplorasi mutu akan mengalami kesulitan tanpa merujuk pada pemikiran mereka.
         Karya terpenting W. Edwards Deming, Out of the Crisis, dipublikasikan pada tahun 1982. Deming melihat bahwa masalah mutu terletak pada masalah manjemen. Sementara Joseph Juran juga pelopor lain revolusi mutu Jepang. Dia juga lebih diperhatikan di Jepang dari pada di tempat kelahirannya, Amerika. Pada tahun 1981, kaisar Jepang memberikan anugerah bergengsi, Order of the Sacred Treasure. Juran terkenal karena keberhasilannya menciptakan "kesesuaian dengan tujuan dan manfaat". Ia dikenal sebagai "guru" manajemen pertama dalam menghadapi isu-isu manajemen mutu yang lebih luas. Dia yakin (sebagaiman juga Deming) bahwa kebanyakan masalah mutu dapat dikembalikan pada masalah keputusan manajemen.
            Sedangkan Philip Crosby selalu diasosiasikan dengan dua ide yang sangat menarik dan sangat kuat dalam mutu. Yang pertama adalah ide bahwa mutu itu gratis. Menurutnya, terlalu banyak pemborosan dalam sistem saat mengupayakan peningkatan mutu. Kedua adalah ide bahwa kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu – serta semua hal yang "tidak bermutu" lainnya – bisa dihilangkan jika institusi memiliki kemauan untuk itu. Ini adalah gagasan "tanpa cacat" (Zero Defects)-nya yang kontroversial. Kedua ide tersebut sangat menarik jika diterapkan dalam dunia pendidikan.
  
2.2.1 W.Edward Deming
          Dalam buku yang berjudul Out of the Crisis, W. Edwards Deming mengemukakan “Ini bukanlah sebuah rekonstruksi struktur atau revisi kerja … Manajemen Amerika memerlukan struktur baru secara keseluruhan, dari dasar hingga ke atas.” Deming prihatin terhadap kegagalan manajemen Amerika dalam merencanakan masa depan dan meramalkan persoalan yang belum muncul. Sehingga Deming menyimpulkan bahwa masalah mutu terletak pada masalah manajemen. 

Menurut Deming ada 14 prinsip yang harus dilakukan untuk mencapai suatu mutu dari produk/jasa, yaitu:
  1. Tumbuhkan terus menerus tekad yang kuat dan perlunya rencana jangka panjang berdasarkan visi ke depan dan inovasi baru untuk meraih mutu.
  2. Adopsi filosofi yang baru. Termasuk didalamnya adalah cara-cara atau metode baru dalam bekerja.
  3. Hentikan ketergantungan pada pengawasan jika ingin meraih mutu. Setiap orang yang terlibat karena sudah bertekat menciptakan mutu hasil produk/jasanya, ada atau tidak ada pengawasan haruslah selalu menjaga mutu kinerja masing-masing.
  4. Hentikan hubungan kerja yang hanya atas dasar harga. Harga harus selalu terkait dengan nilai kualitas produk atau jasa.
  5. Selamanya harus dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap kualitas dan produktivitas dalam setiap kegiatan.
  6. Lembagakan pelatihan sambil bekerja (on the job training), karena pelatihan adalah alat yang dahsyat untuk pengembangan kualitas kerja untuk semua tingkatan dalam unsure lembaga.
  7. Lembagakan kepemimpinan yang membantu setiap orang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan baik misalnya,; membina, memfasilitasi, membantu mengatasi kendala, dll.
  8. Hilangkan sumber-sumber penghalang komunikasi antar bagian dan antar individu dalam lembaga.
  9. Hilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalam organisasi agar mereka dapat bekerja secara efektif dan efisien.
  10. Hilangkan slogan-slogan dan keharusan-keharusan kepada staf. Hal seperti itu biasanya hanya akan menimbulkan hubungan yang tidak baik antara atasan dan bawahan; atau lebih jauh akan menjadi penyebab rendahnya mutu dan produktivitas pada sistem organisasi; bawahan hanya bekerja sekedar memenuhi keharusan saja.Hilangkan kuota atau target-target kuantitatif belaka. Bekerja dengan menekankan pada target kuantitatif sering melupakan kualitas.
  11. Singkirkan penghalang yang merebut/merampas hak para pimpinan dan pelaksana untuk bangga dengan hasil kerjanya masing-masing.
  12. Lembagakan program pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan diri bagi semua orang dalam lembga. Setiap orang harus sadar bahwa sebagai professional harus selalu meningkatkan kemampuan dirinya, dan
  13. Libatkan semua orang dalam lembaga ikut dalam proses transformasi menuju peningkatan mutu. 
  14. Ciptakan struktur yang memungkinkan semua orang bisa ikut serta dalam usaha memperbaiki mutu produk/jasa yang diusahakan.

         Poin diatas merupakan intisari dari teori manajemennya, sementara ‘tujuh penyakit mematikan’, yang maksudnya adalah konsep tentang kendala bagi perbaikan mutu. Dari konsep ‘tujuh penyakit mematikan’ atau kendala-kendala corak baru manajemen yang sebagian besar didasarkan pada kultur industri Amerika, ada lima penyakit yang signifikan dalam konteks pendidikan. Karena lima fakta tersebut dapat digunakan dalam menganalisa hal-hal yang mencegah munculnya pemikiran baru. Penyakit pertama adalah kurang konstannya tujuan. Penyakit kedua yaitu pola piker jangka pendek. Penyakit yang ketiga yaitu berkaitan dengan evaluasi prestasi individu melalui proses penilaian atau tinjauan kerja tahunan. Penyakit keempat adalah rotasi kerja yang terlalu tinggi. Dan penyakit yang kelima menurut Deming adalah manajemen yang menggunakan prinsip angka yang tampak.





2.2.2 Joseph Juran
       Dalam merencanakan mutu pendidikan, Joseph Juran menggunakan pendekatan Manajemen Mutu Management ( Strategic Quality Management ) yang banyak dibicarakan dan di terapan ahir-ahir ini.
        SQM ( Strategic Quality Management ), adalah sebuah proses    tiga bagian yang didasarkan pada staf pada tingkat yang berbeda yang memberi kontribusi unik terhadap peningkatan mutu. Pimpinan lembaga memiliki pandangan strategis tentang organisasi atau lembaga, wakil pimpinan memiliki pandangan operasional tentang mutu, dan para guru memiliki tanggung jawab terhadap kontrol mutu.
        SQM ( Strategic Quality Management ), cocok diterapkan dalam konteks pendidikan sejalan dengan gagasan Consultant at Work  oleh John Miller dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. John Miller berpendapat bahwa manajemen senior ( Dewan Rektor) perlu menggunakan manajemen mutu strategis dengan cara menyusun visi, rioritas dan kebijakan universitas.

Joseph Juran memperkenalkan tiga peroses kualitas atau mutu diantaranya sebagi berikut:

  1. Perencanaan mutu (quality planning) yang meliputi kualitas pelanggan, menentukan kebutuhan pelanggan, menyusun sasaran mutu, dan meningkatkan kemampuan peroses.
  2. Pengendalian mutu (quality control), terdiri dari memilih dasar pengendalian, memilih jenis pengukuran, menyusun standar kerja, dan mengukur kinerja yang sesungguhnya,
  3. Perbaikan dan peningkatan mutu (quality improvement), terdiri dari: mengidentifikasi perbaikan khusus, mengorganisasi lembaga untuk mendiagonis kesalahan, menemukan penyebab kesalahan peningkatan kebutuhan untuk mengadakan perbaikan.

          Joseph Juran berpendapat bahwa penggunaan sebuah pendekatan untuk meningkatkan mutu pendidikan harus tahap demi tahap sebab semua bentuk peningkatan mutu harus dilakukan dengan cara tahap demi tahap.
Menurut Joseph Juran komponen manajemen mutu diatas secara sistematis menjadi hal-hal dibawah ini:
1. Membangun kesadaran terhadap kebutuhan dan kesempatan untuk pengembangan
2. Menyusun tujuan yang jelas untuk pengembangan
3. Menciptakan susuanan organisasi untuk menjalankan proses pengembangan
4. Menyediakan pelatihan yang sesuai
5. Mengambil pendekatan terhadap penyelesaian masalah
6. Mengidentipikasi dan melaporkan pelaksanaan.
7. Mengetahui keberhasilan.
8. Mengomunikasikan hasil.
9. Melaporkan perubahan dan
10. Mengembangkan peningkatan tahunan pada seluruh proses pendidikan
      Dalam mengelola mutu pendidikan, hemat penyusun seorang pimpinan harus memperhatikan komponen-komponen diatas, selain itu harus mengevaluasi sejauh mana keberhasilan yang telah dilakukan yang berkaitan dengan perencanaan The Juran Trilogy tentang mutu (Quality Planning), pengendalian mutu (Quality Control),  dan perbaikan serta peningkatan mutu (Quality Improvement).
Dalam merencanakan mutu pendidikan, Joseph Juran menggunakan pendekatan Manajemen Mutu Management ( Strategic Quality Management ) yang banyak dibicarakan dan di terapan akhir-akhir ini.
        SQM ( Strategic Quality Management ), adalah sebuah proses    tiga bagian yang didasarkan pada staf pada tingkat yang berbeda yang memberi kontribusi unik terhadap peningkatan mutu. Pimpinan lembaga memiliki pandangan strategis tentang organisasi atau lembaga, wakil pimpinan memiliki pandangan operasional tentang mutu, dan para guru memiliki tanggung jawab terhadap kontrol mutu.
       SQM ( Strategic Quality Management ), cocok diterapkan dalam konteks pendidikan sejalan dengan gagasan Consultant at Work  oleh John Miller dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. John Miller berpendapat bahwa manajemen senior ( Dewan Rektor) perlu menggunakan manajemen mutu strategis dengan cara menyusun visi, rioritas dan kebijakan universitas. 
Joseph Juran memperkenalkan tiga peroses kualitas atau mutu diantaranya sebagi berikut:
  1. Perencanaan mutu (quality planning) yang meliputi kualitas pelanggan, menentukan kebutuhan pelanggan, menyusun sasaran mutu, dan meningkatkan kemampuan peroses.
  2. Pengendalian mutu (quality control), terdiri dari memilih dasar pengendalian, memilih jenis pengukuran, menyusun standar kerja, dan mengukur kinerja yang sesungguhnya,
  3. Perbaikan dan peningkatan mutu (quality improvement), terdiri dari: mengidentifikasi perbaikan khusus, mengorganisasi lembaga untuk mendiagonis kesalahan, menemukan penyebab kesalahan peningkatan kebutuhan untuk mengadakan perbaikan.

      Joseph Juran berpendapat bahwa penggunaan sebuah pendekatan untuk meningkatkan mutu pendidikan harus tahap demi tahap sebab semua bentuk peningkatan mutu harus dilakukan dengan cara tahap demi tahap. Menurut Joseph Juran komponen manajemen mutu diatas secara sistematis menjadi hal-hal dibawah ini:
                 1.   Membangun kesadaran terhadap kebutuhan dan kesempatan untuk pengembangan
                 2.   Menyusun tujuan yang jelas untuk pengembangan
                 3.   Menciptakan susuanan organisasi untuk menjalankan proses pengembangan
                 4.   Menyediakan pelatihan yang sesuai
                 5.   Mengambil pendekatan terhadap penyelesaian masalah
                 6.   Mengidentipikasi dan melaporkan pelaksanaan.
                 7.   Mengetahui keberhasilan.
                 8.   Mengomunikasikan hasil.
                 9.   Melaporkan perubahan dan
                 10. Mengembangkan peningkatan tahunan pada seluruh proses pendidikan
      
        Dalam mengelola mutu pendidikan, seorang pimpinan harus memperhatikan komponen-komponen diatas, selain itu harus mengevaluasi sejauh mana keberhasilan yang telah dilakukan yang berkaitan dengan perencanaan The Juran Trilogy tentang mutu (Quality Planning), pengendalian mutu (Quality Control),  dan perbaikan serta peningkatan mutu (Quality Improvement).

2.2.3 Philip B Crosby

       Selain W. Edwards Deming dan Joseph Juran ada juga tokoh mutu yang lainnya Philip B. Crosby. Philip B. Crosby selalu diasosiasikan dengan dua ide yang sangat menarik dan sangat kuat dalam mutu. Ide yang pertama  adalah ide bahwa mutu itu gratis dan yang kedua adalah ide bahwa kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu, serta semua hal yang tidak bermutu lainnya bisa dihilangkan jika institusi memiliki kemauan untuk ini. Ini adalah gagasan ‘tanpa cacat’ yang kontroversial. Kedua ide tersebut sangat menarik jika diterapkan dalam dunia pendidikan.
           Dua ide Philip Crosby yang sangat menarik dan kuat dalam mutu. Yang pertama adalah bahwa mutu adalah gratis. Terlalu banyak pemborosan dalam sistem saat mengupayakan mutu. Yang kedua adalah ide bahwa kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu serta semua hal yang tidak bermutu lainnya bisa dihilangkan jika institusi  memiliki kemauan itu. Ini adalah gagasan tanpa cacat yang kontroversial. Kedua ide tersebut sangat menarik jika diterapkan dalam dunia pendidikan. Gagasan bahwa peningkatan mutu dapat membantu organisasi menghilangkan kegagalan, khususnya kegagalan pelajar yang seringkali diabaikan oleh sebagian besar institusi.
            Program peningkatan mutu Philip Crosby adalah salah satu dari bimbingan atau arahan yang paling detail dan praktis, lain halnya dengan W. Edwards Deming yang cendrung lebih filosofis. Pendekatan Philip Crosby dapat diterapkan sebagai rencana kegiatan yang  sangat praktis. Philip Crosby berperdapat bahwa sebuah langkah sistematis untuk mewujudkan mutu akan menghasilkan mutu yang lebih baik. Penghematan sebuah institusi akan datang dengan sendirinya ketika  institusi tersebut melakukan segala sesuatunya dengan benar. Pemikiran lain Philip Crosby yang utama dan kontroversial tentang mutu adalah tanpa cacat dalam konteks bisnis akan meningkatkan keuntungan dan dengan penghematan biaya.
           Philip B. Crosby telah berusaha keras menekankan bahwa ‘tanpa cacat’ adalah sebuah hal yang dapat diwujudkan, meskipun memang sulit. Program peningkatan mutu Crosby adalah salah satu dari bimbingan atau arahan yang paling detail dan praktis. Tidak seperti pendekatan Deming yang cenderung lebih filosofis, pendekatan Crosby dapat diterapkan sebagai rencana kegiatan. Dalam bukunya, yang berjudul Quality Is Free, Crosby menguraikan pendapatnya bahwa sebuah langkah sistematis untuk mewujudkan mutu akan menghasilkan mutu yang baik. Penghematan sebuah institusi akan datang dengan sendirinya ketika institusi tersebut melakukan segala sesuatunya dengan benar.
          Tanpa cacat adalah kontribusi pemikiran Crosby yang utama dan controversial tentang mutu. Ide ini adalah sebuah ide yang sangat kuat. Ide ini adalah komitmen untuk selalu sukses dan menghilangkan kegagalan. Bagi dia hanya ada satu standar, dan itu adalah kesempurnaan. Gagasannya adalah pencegahan murni, dan ia yakin bahwa kerja tanpa salah adalah hal yang sangat mungkin.  Teoritikus lain seperti Deming dan Juran tidak percaya jika hal tersebut merupakan tujuan yang mudah. Mereka berpendapat bahwa semakin dekat seseorang dengan ‘tanpa cacat’, maka akan semakin sulit ia menghilangkan kesalahan seperti yang dikemukan oleh Juran bahwa titik tertentu tahap penyesuaian diri adalah tahap yang dibutuhkan.
         Dalam dunia pendidikan metode tanpa cacat menginginkan agar seluruh pelajar dan murid dapat memperoleh kesuksesan dan mengembangkan potensi mereka. Tugas peningkatan mutu dalam pendidikan adalah membangun system dan struktur yang menjamin terwujudnya metode tersebut, memang ada banyak pihak yang menentang metode tanpa cacat, terutama sekali ujian normative yang memustahilkan tujuan metode tersebut, dan di samping itu, muncul pandangan bahwa standard-standar metode tanpa cacat hanya bisa diperoleh setelah melalui tingkat kegagalan yang tinggi
Cara untuk mencapai mutu  dari produk atau jasa, menurut Crosby ada 14 langkah, meliputi:

  1. Komitmen pada pimpinan. Inisiatif pencapaian mutu pada umumnya oleh pimpinan dan dikomunikasikan sebagai kebijakan secara jelas dan dimengerti oleh seluruh unsure pelaksana lembaga.
  2. Bentuk tim perbaikan mutu yang bertugas merumuskan dan mengendalikan program peningkatan mutu.
  3. Buatlah pengukuran mutu, dengan cara tentukan baseline data saat program peningkatan mutu dimulai, dan tentukan standar mutu yang diinginkankan sebagai patokan. Dalam penentuan standard mutu libatkanlah pelanggan agar dapat diketahui harapan dan kebutuhan mereka.
  4. Menghitung biaya mutu. Setiap mutu dari suatu produk/jasa dihitung termasuk didalamnya antara lain: kalau terjadi pengulangan pekerjaan jika terjadi kesalahan, inspeksi/supervise, dan test/percobaan.
  5. Membangkitkan kedaran akan mutu bagi setiap orang yang terlibat dalam proses produksi/jasa dalam lembaga.
  6. Melakukan tindakan perbaikan. Untuk ini perlu metodologi yang sistematis agar tindakan yang dilakukannya cocok dengan penyelesaian masalag yang dihadapi, dan karenanya perlu dibuat suatu seri tugas-tugas tim dalam agenda yang cermat. Selama pelaksanaan sebaiknya dilakukan pertemuan regular agar didapat feed back dari mereka.
  7. Lakukan perencanaan kerja tanpa cacat (zero defect planning) dari pimpinan sampai pada seluruh staf pelaksana.
  8. Adakan pelatihan pada tingkat pimpinan (supervisor training) untuk mengetahui peranan mereka masing-masing dalam proses pencapaian mutu, teristimewa bagi pimpinan tingkat menengah. Lebih lanjut juga bagi pimpinan tingkat bawah dan pelaksananya.
  9. Adakan hari tanpa cacat, untuk menciptakan komitmen dan kesadaran tentang pentingnya pengembangan staf.
  10. Goal setting. Setiap tim/bagian merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan tepat dan harus dapat diukur keberhasilannya.
  11. Berusaha menghilangkan penyebab kesalahan. Ini berarti sekaligus melakukan usaha perbaikan. Salah satu dari usaha ini adalah adanya kesempatan staf mengkomunikasikan kepada atasannya mana diantara pekerjaannya yang sulit dilakukan.
  12. Harus ada pengakuan atas prestasi bukan berupa uang tapi misalnya penghargaan atau sertifikat dan lainnya sejenis.
  13. Bentuk suatu Komisi Mutu, yang secara profesional akan merencanakan usaha-usaha perbaikan mutu dan menoneter secara berkelanjutan. 
  14. Lakukan berulangkali, karena program mencapai mutu tak pernah akan berakhir.

  
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
.                                Mutu adalah suatu kebutuhan konsumen dan kepuasan pelanggan sepenuhnya terhadap suatu barang yang di butuhkan atau mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan terhadap sebuah produk.
                              Menurut W Edward Deming masalah mutu terletak pada masalah manajemen dalam hal ini mutu dihadapkan pada lembaga pendidikan harus mengukur dari hal-hal yang berkaitan dengan manajemen. Ada 14 poin W Edward Deming yang termasyhur dan merupakan kombinasi baru tentang manajemen  mutu dan seruan terhadap manajemen untuk merubah pendekatannya.14 poin diungkapkan Philip Crosby dan 3 poin oleh Joseph Juran mengenai kontribusi mereka dalam manajemen mutu.
                  Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh W Edward Deming, Joseph Juran, dan Phlip B Crosby tentang kontribusi strategi manajemen mutu pendidikan, pendapat mereka sangat unik dan menarik untuk diterapkan di dunia pendidikan sekarang ini. Mereka berpendapat cukup logis.
 W Edwors Deming cukup rinci dan sangat jelas, senada dengan teori yang diungkapkan oleh Joseph Juran, yakni tiga aspek sebagai Quality Planing, Quality Qontrol dan Quality Improvement, lebih kuat lagi teori yang di ungkapkan oleh Philip B Crosby Bahwa bekerja tanpa salah adalah hal yang sangat mungkin, ungkapan ini mendorong untuk selalu berusaha agar berhati-hati dalam setiap langkah yang meliputi input, seperti bahan ajar ( kognitif, afektif dan piskomotorik ) metodologi, sarana prasarana dan sumber daya lainnya. Sedangkan Mutu dalam kontek hasil pendidikan mengacu pada perestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun tertentu.



DAFTAR PUSTAKA

Rusliana.Ade. 2007.Manajemen Mutu Pendidikan..SmkwiratamaBlogspot
Serero.Syamsudin.2014.Mutu Menurut W Edward Deming,Joseph Juran Dan Philip Crosby.. Syamsudin Serero  Mutu Menurut W Edwards Deming, Joseph Juran Dan Philip Crosby.Html.
Solehudin.Deni. 2010Total Quality Manajemen Dan Implementasinya Dalam Pendidikan.. Total Quality Management (Tqm) Dan Implementasinya Dalam Pendidikan ~ Islamic And Education Articles.Html
Zharkasis,Kamim,Dkk. 2008.Pendekatan Total Qualiti Manajemen Dalam Pendidikan..Wordpress.Com




PENGARUH PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2008 TERHADAP KINERJA GURU DI SMK NEGERI 1 SEDAYU BANTUL

“PENGARUH PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2008
TERHADAP KINERJA GURU DI SMK NEGERI 1 SEDAYU BANTUL”

DISUSUN OLEH :
MEGA SYLVA



BAB I
PENDAHULUAN

Sumber daya manusia sebagai salah satu komponen dari manajemen organisasi perlu mendapat perhatian yang serius dari para pemegang kebijakan di organisasi, sehingga keberadaannya dapat terpelihara secara dinamis dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Sumber daya manusia (guru) dalam melaksanakan tugas berperan sebagai pengendali bagi sumber daya lainnya, sehingga apapun yang dilakukan akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan organisasi untuk mencapai target yang ditetapkan. guru akan tampak berperan penuh dalam kehidupan organisasi sekolah apabila telah menampilkan perilaku dalam bekerja yang disebut sebagai kinerja guru.
Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi serta mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu organisasi pemerintah maupun swasta, maka akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi dalam mencapau misi dan visinya, untuk memutuskan suatu tindakan. Dengan  kinerja  guru yang  maksimal  dari  setiap  elemen sekolah maka, sekolah  sudah menerapkan standar  sistem  manajemen  mutu. Salah satunya system manajeman mutu ISO.
Organization for Standardization (ISO) adalah badan penetap standar internasional yang terdiri dari wakil-wakil dari badan standar nasional setiap negara. Pada awalnya, singkatan dari nama lembaga tersebut adalah IOS, bukan ISO, tetapi sekarang lebih dikenal dan lebih sering memakai singkatan ISO,karena dalam bahasa Yunani isos berarti sama (equal). Organisasi ini didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar standar industrial dan komersil dunia. ISO yang merupakan lembaga nirlaba internasional pada awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional untuk apa saja. Standar yang sudah kita kenal antara lain standar jenis film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu ATM bank, ukuran dan ketebalan kertas dan lainnya. Meski ISO adalah organisasi non pemerintah, kemampuannya untuk menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh dari pada kebanyakan organisasi non-pemerintah lainnya.
Mutu pendidikan banyak disorot dari sisi prestasi hasil belajar siswanya.  Upaya  untuk  mencapai hasil  belajar  siswa  yang  optimal  tidak dapat  dipisahkan  dari  peningkatan  mutu  proses pembelajaran mata di kelas  yang  salah  satu  komponen utamanya  adalah  guru.  Guru  memegang kunci  dalam  menciptakan  suasana  pembelajaran  yang  sehat  dan  kondusif  bagi siswa.
Salah  satu  upaya  untuk melakukan  penjaminan mutu proses pendidikan yaitu dengan menerapkan sistem manajemen mutu berbasis ISO 9001 : 2008. Sebagai standar mutu internasional, implementasi  sistem  manajemen  mutu  ISO  9001  :  2008  secara  konsisten  akan meningkatkan  mutu  sekolah  serta  efisiensi  dalam  pengelolaan  sumber  daya sekolah.  Selain  itu,  diharapkan  ada  suatu  proses  penyempurnaan  berkelanjutan (continual  improvement)  terhadap  kinerja guru di sekolah  sehingga  kualitas  dan  output sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan selalu menjadi lebih baik  dari waktu ke waktu.
SMK  yang  sudah  memiliki  sertifikasi  ISO  9001  :  2008  mempunyai kelebihan bahwa penerapan ISO 9001 : 2008 secara periodik akan diaudit badan sertifikasi ISO yaitu pada saat awal sertifikasi dan satu tahun sekali  surveillance visit.  Kehadiran pihak ketiga dari badan sertifikasi ISO tersebut akan mendorong sekolah  untuk  secara  efektif  menerapkan  dan  memelihara  ISO  9001  :  2008 sebagai  standar  manajemen  yang  telah  dipilih.  Hal  tersebut  dapat  dirasakan dengan adanya dokumentasi-dokumentasi, alur kerja, komunikasi, job description, dan  prosedur  operasi  standar  (SOP)  yang  sudah  terkelola  dengan  baik  sehingga semua elemen organisasi sekolah dapat memahami tugasnya masing-masing.
Namun dalam pelaksanaannya, implementasi ISO 9001 : 2008 di sekolah sekolah  sebagian  besar  cenderung  hanya  formalitas  untuk  memenuhi  kebijakan dari  Direktorat  Jenderal  Pendidikan  Dasar  dan  Menengah  (Dirjen  Dikdasmen) sekaligus  untuk  mengangkat  nama  sekolah  di  mata  masyarakat.  Padahal  biaya untuk  sertifikasi  ISO  itu  sendiri  sangat  mahal,  mencapai  34  juta  rupiah  untuk registrasi  dan  setiap  tahun  harus  membayar  13  juta  rupiah.  Hal  tersebut  belum diimbangi  dengan  kinerja  yang  maksimal  dari  setiap  elemen  organisasi  sekolah untuk  menerapkan standar  sistem  manajemen  mutu ISO  9001 : 2008. Masukan- masukan dari para stakeholder masyarakat yang berkepentingan dalam pendidikan juga  masih  sangat  kurang.  Setiap  divisi  dalam  organisasi  sekolah  belum  secara aktif  berinteraksi  dengan  para  stakeholder.  Padahal  interaksi  dengan  para stakeholder  pendidikan  mempunyai  peranan  penting  untuk  mengetahui  sejauh mana  kualitas  pelayanan  sekolah  yang  sudah  diterapkan  dan  diharapkan  adanya masukan-masukan  yang  membangun  untuk  lebih  meningkatkan  mutu  pelayanan demi kepuasan pelanggan pendidikan.
Dalam  Peraturan  Menteri  Negara  Pendayagunaan Aparatur  Negara  dan  Reformasi  Birokrasi  No.  16  Tahun  2009  Tentang  Jabatan Fungsional  Guru  dan  Angka  Kreditnya  menyatakan  bahwa  tugas  utama  guru adalah  mendidik,  mengajar,  membimbing,  mengarahkan,  melatih,  menilai,  dan mengevaluasi  peserta  didik  pada  pendidikan  anak  usia  dini  jalur  pendidikan formal,  pendidikan  dasar,  dan  pendidikan  menengah  serta  tugas  tambahan  yang relevan dengan fungsi sekolah.
Seharusnya  dengan  penerapan  sistem  manajemen  mutu  ISO  9001:  2008 kinerja guru menjadi lebih optimal dalam proses belajar mengajar. Implementasi sistem  manajemen  mutu  ISO  9001  :  2008  secara  konsisten  akan  meningkatkan mutu  sekolah  serta  efisiensi  dalam  pengelolaan  sumber  daya  sekolah.  Sumber daya sekolah yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah sumber daya manusia yang  terdiri  dari  guru,  karyawan,  dan  siswa.  Guru  mempunyai  peranan  paling penting dalam pembelajaran dan diharapkan adanya  continual improvement  pada proses belajar-mengajar sehingga dapat mencetak lulusan yang berkualitas. Maka dari  itu  perlu  diketahui  pengaruh  penerapan  sistem  manajemen  mutu  ISO  9001: 2008  terhadap  kinerja  guru.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sistem Manajemen Mutu ISO 9001;2008
Manajeman pendidikan dipandang sebagai salah satu factor yang amat penting dalam menanggani masalah masalah yang ada, karna kelemahan sistem pendidikan yang ada. Manajeman merupakan salah satu factor yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak dalam meningkatkan mutu pendidikan. Manajeman adalah proses mengkoordinasi dari berbagai aktivitas-aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif dengan melalui orang lain. 
ISO singkatan dari International Organization for Standardization merupakan sebuah badan standar internasional yang terdiri dari badan-badan standar nasional setiap Negara. ISO memegang peranan penting dalam mengukur kredibilitas perusahaan yang ingin bersaing secara global dan juga salah satu cara untuk meningkatkan sistem manajemen mutunya. Mereka yang memiliki sertifikasi ISO akan memiliki kemungkinan lebih untuk memenangkan kompetisi pasar. Hal itu disebabkan karena adanya jaminan kualitas dari produk dan jasa yang ditawarkan serta kepercayaan konsumen akan brand terkait.
Dalam membangun sistem manajemen mutu akan lebih mudah dari lingkungan yang terkecil artinya adalah memulai dari diri sendiri. Untuk itu maka laksanakanlah prinsip dasar ISO 9000 yaitu:
1.      Tulis apa yang dikerjakan (Plan)
2.      Kerjakan apa yang ditulis (Do)
3.      Periksa dan Tinjau (Chek dan Review)
4.      Dokumentasikan dengan baik (Standar Mutu)


Keuntungan  penerapan  ISO  9001  pada  lembaga  pendidikan  menurut Sendari (Usman, 2011: 550) adalah dengan diperolehnya sertifikat ISO 9001 oleh suatu  sekolah,  berarti  sekolah  tersebut  terbukti  telah  menerapkan  sistem penjaminan  mutu ISO 9001. Beberapa keuntungan  yang dapat diperoleh dengan diterimanya  sertifikat  ISO  9001  pada  suatu  sekolah  adalah  dapat  menetapkan aturan-aturan  dasar  untuk  sistem  kualitas  terhadap  barang/jasa  agar  tetap konsisten,  terdokumentasi,  dan  terevaluasi.  Mengingat  banyaknya  manfaat  yang dapat  diambil,  sistem  manajemen  mutu  ISO  9001:  2008  dibutuhkan  oleh organisasi  dalam bidang  pendidikan terutama SMK untuk meningkatkan kualitas mutu lulusannya agar dapat bersaing di dunia kerja.

B.     Kinerja Guru

Komitmen guru dan organisasional merupakan salah  satu hal yang mendorong  dan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kinerja guru. Kinerja  menurut  Prawirosentono  (Usman,  2011:  488)  adalah  usaha  yang dilakukan  dari  hasil  kerja  yang  dapat  dicapai  oleh  seseorang  atau  sekelompok orang  dalam  suatu  organisasi  sesuai  dengan  wewenang  dan  tanggung  jawab masing-masing  dalam  rangka  mencapai  tujuan  organisasi  bersangkutan  secara legal,  tidak  melanggar  hukum,  dan  sesuai  dengan  moral  maupun  etika.  Dalam organisasi sekolah,  kinerja  dihubungkan  dengan  keberadaan  seorang  guru  yang menjadi  ujung  tombak  pendidikan.  Kinerja  seorang  guru  dalam  melaksanakan tugas  kesehariannya  tercermin  pada  peran  dan  fungsinya  dalam  proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas, yaitu sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih.
Kinerja atau performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja (Lembaga Administrasi Negara RI 2007: 3). Sejalan dengan itu, Smith (2002: 214) menyatakan kinerja adalah “…output drive from processes, human or otherwise”(hasil atau keluaran dari suatu proses). Sebenarnya istilah kinerja berasal dari kata job Performance yaitu perilaku kerja yang ditampilkan seorang pegawai dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja diartikan juga sebagai tingkat atau derajat pelaksanaan tugas seseorang atas dasar kompetensi yang dimilikinya. Istilah kinerja tidak dapat dipisahkan dengan bekerja karena kinerja merupakan penampilan dari sebuah proses bekerja.

Tugas-tugas  guru  yang  berkaitan  langsung  dengan  kegiatan  belajar mengajar  adalah:  (a)  merencanakan  program  pembelajaran;  (b)  melaksanakan kegiatan pembelajaran; dan (c) menilai hasil belajar siswa (Nana Sudjana, 2004: 19). Selain itu dalam Permenpan No 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru  dan  Angka  Kreditnya  disebutkan  tugas  guru  berkaitan  dengan  kegiatan pembelajaran, kegiatan bimbingan, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Tugas-tugas  ini  merupakan  tugas  pokok  guru.  Kinerja  guru  tercermin  dalam pelaksanaan tugas-tugas pokok tersebut.
Kinerja  sumber  daya  manusia,  termasuk  guru  di  dalamnya  menurut Standar Internasional (ISO 9001: 12) tentang sumber daya manusia menyebutkan bahwa  personil  yang  melaksanakan  pekerjaan  yang  mempengaruhi  kesesuaian terhadap  persyaratan  produk  harus  memiliki  kompetensi  atas  dasar  pendidikan, pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang sesuai. Kemampuan mengajar guru sebenarnya  merupakan  pencerminan  penguasaan  guru  atas  kompetensinya.  10 kompetensi  dasar  yang  harus  dikuasai  guru,  yaitu:  (1)  penguasaan  bahan pengajaran;  (2)  penguasaan  landasan  kependidikan;  (3)  penguasaan  pengelolaan program  pembelajaran;  (4)  penguasaan  interaksi  program  belajar  mengajar;  (5) mampu  mengelola  kelas;  (6)  mampu  menggunakan  media/sumber  belajar;  (7) mampu  menilai  prestasi  siswa;  (8)  menilai  fungsi  dan  program  bimbingan  dan penyuluhan;  (9)  mampu  menyelenggarakan  administrasi  sekolah;  dan  (10) memahami prinsip-prinsip serta menafsirkan hasil penelitian.


C.     HUBUGAN PENERAPAN PENGARUH PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2008 TERHADAP KINERJA GURU DI SMK NEGERI 1 SEDAYU BANTUL
Menurut Anwar (2004: 45) kinerja adalah semua perilaku sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan serta motivasi dalam menghasilkan sesuatu sesuai standar yang ditetapkan oleh organisasi. Konsep tersebut menekankan bahwa kinerja pegawai perlu dilandasi oleh sejumlah kompetensi dan didukung motivasi, sehingga akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi keberadaan organisasi.
Kinerja  sumber  daya  manusia,  termasuk  guru  di  dalamnya  menurut Standar Internasional (ISO 9001: 12) tentang sumber daya manusia menyebutkan bahwa  personil  yang  melaksanakan  pekerjaan  yang  mempengaruhi  kesesuaian terhadap  persyaratan  produk  harus  memiliki  kompetensi  atas  dasar  pendidikan, pelatihan, keterampilan, dan pengalaman yang sesuai. Kemampuan mengajar guru sebenarnya  merupakan  pencerminan  penguasaan  guru  atas  kompetensinya.
Hipotesis  yang  diajukan  dalam  penelitian  ini  yaitu:  Terdapat  pengaruh yang  positif  dan  signifikan  dari  penerapan  sistem  manajemen  mutu  ISO  9001: 2008 terhadap kinerja guru di SMK Negeri 1 Sedayu Bantul.





DAFTAR PUSTAKA
Goetsch, David L dan Davis, Stanley B. (2006), Quality Management:Introduction to Total Quality Management for Production,Processing, and  Services. New Jersey: Pearson Prentice Hall



Saturday, January 1, 2011

PANCASILA DALAM BERBAGAI BAHASA

A. Pancasila versi Bahasa Indonesia
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

B. Pancasila versi Bahasa Inggris
1. Belief in the one and only God
2. Just and civilized humanity
3. The unity of Indonesia
4. Democracy guided by the inner wisdom in the unanimity arising out of deliberations amongst representatives
5. Social justice for the whole of the people of Indonesia


C. Pancasila versi Bahasa Jerman
1. Gottheit ist ein Gott
2. Die Menschheit, die bürgerliche und einfach
3. United Indonesien
4. Angeführt von den populistischen Weisheit Weisheit parley / Vertreter
5. Soziale Gerechtigkeit für alle Menschen Indonesien

KESULITAN BELAJAR SISWA DAN BIMBINGAN BELAJAR

KESULITAN BELAJAR SISWA DAN BIMBINGAN BELAJAR
Oleh : M. Novrianto, UIN SUSKA RIAU

A. Kesulitan Belajar.
           Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.

  1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
  2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
  3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
  4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
  5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
  1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
  2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
  3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
  4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
  5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
  6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
  1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
  2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever.
  3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.


1. Tujuan pendidikan
Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.
2. Kedudukan dalam Kelompok
Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.
Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut dengan lower group. Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai nilai yang dicapainya. dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah, sehingga siswa mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di bawah diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi belajar setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang mendapat prestasi di bawah rata – rata kelompok diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.
3. Perbandingan antara potensi dan prestasi
Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut dengan istilah underachiever.
4. Kepribadian
Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.


B. Bimbingan Belajar
        Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut
1. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
  1. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
  2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
  3. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
  4. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
  5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
4. Prognosis
Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
6. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
  • Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas;
  • Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
  • Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:
  1. Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
  2. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
  3. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
  4. Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
  5. Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
  6. Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
  7. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya
Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana mekanisme penanganan siswa bermasalah, silahkan klik tautan di bawah ini. Materi disajikan dalam bentuk tayangan slide
Sumber bacaan :
Abin Syamsuddin, (2003), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Prayitno dan Erman Anti, (1995), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : P2LPTK Depdikbud
Prayitno (2003), Panduan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdikbud Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah
Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(1995), Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Umum (SMU) Buku IV, Jakarta : IPBI
Winkel, W.S. (1991), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : Gramedia